Jakarta -
Seorang pria berusia 71 tahun bernama Aksum Miharjo,
bersama istrinya, Eka mendatangi kantor Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK). Keduanya menuntut keadilan atas putusan hukum anaknya, Teguh
Budiono yang divonis hukuman delapan tahun penjara oleh Pengadilan
Tinggi DKI.
Mengenakan kemeja lusuh warna biru tua, Aksum yang datang di kantor KPK sejak Selasa (7/2/2012) siang, mondar-mandir di halaman gedung pemberantasan korupsi itu didampingi sang istri.
Aksum bercerita bahwa anaknya Teguh Budiono didakwa turut serta korupsi dalam pembebasan lahan pada tahun 2006 untuk pertamanan dan pemakaman di Kelurahan Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Namun, ia menilai bahwa vonis yang dijatuhkan kepada anaknya itu tidak sesuai.
"Teguh Budiono (anak saya) hanya seorang calo tanah yang diberikan surat kuasa yang sah dari pemilik tanah untuk mewakili pemilik tanah dalam menyampaikan harga tanah yang diminta pemilik tanah kepada P2T Walikota Jakarta Selatan. Ia tidak memiliki kapasitas atau wewenang yang menentukan dalam pembeban tanah itu," kata Aksum.
Teguh Budiono divonis oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan hukuman 1 tahun 6 bulan penjara. Namun, AW yang juga menjadi terdakwa divonis bebas murni oleh hakim.
Dengan putusan bebas itu, AW bebas dari tahanan. Sedangkan Teguh kembali melanjutktan tahanannya. Tidak terima dengan putusan hakim itu, Teguh kemudian mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta. Namun, yang diharapkan ternyata tidak sesuai dengan harapan. PT DKI Jakarta malah menjatuhkan vonis delapan tahun penjara,
Aksum mempertanyakan putusan PT DKI Jakarta itu yang sangat jauh dari putusan PN Jakarta Selatan. Oleh karena itu, ia mengadukan hal tersebut ke KPK karena menduga ada rekayasa dalam perkara anaknya tersebut.
Mengenakan kemeja lusuh warna biru tua, Aksum yang datang di kantor KPK sejak Selasa (7/2/2012) siang, mondar-mandir di halaman gedung pemberantasan korupsi itu didampingi sang istri.
Aksum bercerita bahwa anaknya Teguh Budiono didakwa turut serta korupsi dalam pembebasan lahan pada tahun 2006 untuk pertamanan dan pemakaman di Kelurahan Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Namun, ia menilai bahwa vonis yang dijatuhkan kepada anaknya itu tidak sesuai.
"Teguh Budiono (anak saya) hanya seorang calo tanah yang diberikan surat kuasa yang sah dari pemilik tanah untuk mewakili pemilik tanah dalam menyampaikan harga tanah yang diminta pemilik tanah kepada P2T Walikota Jakarta Selatan. Ia tidak memiliki kapasitas atau wewenang yang menentukan dalam pembeban tanah itu," kata Aksum.
Teguh Budiono divonis oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan hukuman 1 tahun 6 bulan penjara. Namun, AW yang juga menjadi terdakwa divonis bebas murni oleh hakim.
Dengan putusan bebas itu, AW bebas dari tahanan. Sedangkan Teguh kembali melanjutktan tahanannya. Tidak terima dengan putusan hakim itu, Teguh kemudian mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta. Namun, yang diharapkan ternyata tidak sesuai dengan harapan. PT DKI Jakarta malah menjatuhkan vonis delapan tahun penjara,
Aksum mempertanyakan putusan PT DKI Jakarta itu yang sangat jauh dari putusan PN Jakarta Selatan. Oleh karena itu, ia mengadukan hal tersebut ke KPK karena menduga ada rekayasa dalam perkara anaknya tersebut.
http://www.detiknews.com/read/2012/02/07/195922/1836760/10/terdakwa-korupsi-rp-27-m-diputus-bebas-terdakwa-lain-mengadu-ke-kpk
0 komentar:
Posting Komentar