.

Sabtu, 21 Januari 2012

Kursi Dipilih Pimpinan Banggar

KPK Harus Cepat Usut Tuntas Dugaan Mark Up

JAKARTA-Kursi baru di ruang badan anggaran (banggar) DPR senilai Rp 24 juta per buah menjadi bahan pergunjingan publik. Banyak yang penasaran bagaimana rasanya duduk di kursi impor mahal yang katanya didesain seperti anatomi tubuh bagian belakang manusia. Entah karena alasan banyak yang ingin melihat atau karena alasan tidak ada anggota DPR yang berani memakai ruangan fantastis tersebut, ruangan yang siap pakai itu akhirnya ditutup untuk publik.

Kemarin, INDOPOS yang mencoba masuk ke ruangan yang asesorisnya memakan uang rakyat senilai lebih dari Rp 20 miliar tersebut mengalami kesulitan. Pintunya ditutup dan tidak boleh ada yang masuk ke ruanganb tersebut. ”Iya Pak, perintahnya memangh begitu, belum bisa dipakai karena masih finishing,” kata seorang petugas keamanan. Namun demikian, dia mengaku tidak tahu alasan pelarangan orang masuk ke ruangan tersebut meskipun tidak ada aktivitas di dalamnya.

”Memang banyak yang ingin melihat ke dalam, pada penasaran. Tetapi perintah pimpinan ruangan ini memang harus ditutup,” kata petugas tersebut. Kursi senilai Rp 24 juta yang diimpor dari Jerman tersebut memang fenomenal. Meja-meja di ruang rapat banggar tersebut juga baru tetapi produk dalam negeri. Jika ditotal, seluruhnya ada 200 kursi baru. Sebagian besar masih rapi terbungkus plastik putih. Maka anggaran untuk pembelian seluruh kursi ini mencapai Rp 4,8 miliar.

Sebelumnya, sempat disebut lighting system (sistem penerangan) menghabiskan anggaran Rp 250 juta. Untuk karpet yang dipakai menutup ruang rapat banggar, kabarnya dialokasikan Rp 5 juta per meter persegi. Adapun ruangannya sendiri berukuran sekitar 400 meter persegi (20 x 20 m). Luas itu belum termasuk ruang staf Banggar yang berukuran 80 meter persegi (4x20 m). Bila dihitung untuk ruang rapatnya saja, maka diperkirakan anggaran pembelian karpet mencapai Rp 2 miliar.

Semua anggaran ini belum termasuk untuk sistem peredam suara, sound system, pemasangan dinding baru, plafon, dan fasilitas LCD. Fasilitas yang terakhir ini berjumlah 3 paket. Masing -masing paket terdiri dari 12 tv layar datar berukuran 29 inch yang dipasang berjejer 4 ke samping dan 3 ke bawah. Sayangnya, kesekjenan DPR masih tertutup soal harganya. Kepala Biro Pemeliharaan Pembangunan dan Instalasi DPR Sumirat menjelaskan bahwa spesifikasi barang untuk renovasi diajukan oleh konsultan PT Gubahlaras.

Tapi, Gubahlaras tidak hanya mengajukan satu pilihan. Ada banyak alternatif. Jadi, ada pilihan lain di luar kursi impor dari Jerman. Sayangnya, Sumirat tidak mau merincinya lebih jauh. "Waktu dipresentasikan, salah satu kursi (alternatif) dipilih pimpinan Banggar," kata Sumirat. Sementara itu, sikap proaktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyelidiki kasus renovasi ruang banggar DPR mendapat dukungan. Keterlibatan KPK dianggap dapat membuka kejanggalan proyek senilai Rp. 20 miliar tersebut.

Politisi senior Partai Golkar, Akbar Tandjung menyatakan masuknya KPK pada kasus renovasi ruang banggar memang sudah sepatutnya dilakukan. KPK memiliki banyak kewenangan yang mampu membongkar berbagai dugaan kejanggalan proyek itu. ”Saya rasa sudah sewajarnya KPK terlibat pada persoalan proyek banggar DPR. KPK harus menuntaskan berbagai dugaan-dugaan negatif yang muncul di masyarakat,” ujar Akbar Tandjung usai mengikuti Silatuhrahmi Tokoh Bangsa ke-3 di gedung PP Muhammadiyah, Jakarta, Kamis (19/1).

Menurutnya, keterlibatan KPK itu harus menjawab harapan publik. Tidak hanya melakukan investigasi tanpa memberikan kesimpulan. Karena jawaban KPK itulah yang dinantikan banyak kalangan. Jika dugaan-dugaan negatif itu terbukti. KPK pun tak boleh berhenti, harus melanjutkan perkaranya pada tingkat penyidikan. Agar alur perkaranya menjadai tuntas. “Kita perlu tunggu apa yang dilakukan KPK pada kasus ini. Kalau ada yang perlu bertanggung jawab, maka segeralah diminta pertanggung jawabannya,” tegas tokoh gerakan 66 ini.

Akbar Tandjung menyebutkan, kasus renovasi ruang banggar DPR perlu menjadi perhatian serius. Bukan sebatas pada nilai anggaran yang besar, tetapi juga prosedur dan dasar kebutuhannya. Dia berharap KPK secara detil dapat membeberkan kasus renovasi ruang Banggar tersebut. Tingkat detilnya penyelidikan KPK itulah yang mampu menenangkan masyarakat. “Siapa-siapa yang dianggap terlibat perlu dimintai keterangannya.

Agar informasi yang diterima pun menjadi lengkap,” imbuhnya. Ketua DPD RI Irman Gusman menambahkan, terlibatnya KPK pada perkara renovasi ruang banggar sudah lama dibutuhkan. KPK menjadi lembaga yang dianggap publik mampu menuntaskan berbagai polemik yang terjadi. ”Ya..sewajarnya itu dilakukan sejak dulu. Sebelum menjadi isu publik, KPK sudah memonitoring proyeknya,” tutur Irman. Irman menyebutkan, secara teknis proyek itu mungkin tidak bermasalah.

Tetapi prosedur dan mekanismenya yang harus diteliti. Apalagi renovasi bangunan tersebut dilakukan saat keprihatinan bangsa masih terjadi. “Yang saya rasakan, renovasi itu tidak memenuhi rasa keadilan masyarakat. Ada banyak persoalan yang harus dituntaskan DPR, tetapi malah peduli pada kebutuhan ruang rapat,” ucapnya.

Banggar Membantah
Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR, Melchias Markus Mekeng, menegaskan bahwa Banggar dua kali bertemu dengan Sekretaris Jendral (Sekjen) DPR terkait pembangunan renovasi ruangan Banggar senilai Rp20,3 miliar. "Pertemuan yang sifatnya konsultasi dengan Sekjen hanya dua kali. Satu kali di ruang ini (ruang pimpinan Banggar lama), di meja ini dan satu kali di dalam ruang rapat (Banggar)," katanya saat memberikan keterangan pers di Senayan, Kamis (19/1).

Ia menjelaskan, pertama kali Sekjen datang setelah mendapat surat dari Banggar tertanggal 30 Juni 2011 Nomor 57/BADPRRI/VI/2011 perihal permintaan pembahasan ruangan baru Banggar. "Pertama Sekjen datang setelah mendapat surat ini, mereka datang ke kami menanyakan kebutuhan apa yang diminta. Kami jelaskan kami butuh ruang rapat, ruang sekretariat, ruang fileing, ruang tenaga ahli dan ruang transit menteri," ungkap Mekeng.

Kemudian, kata dia, setelah tahu apa yang dibutuhkan Banggar, Sekjen membuat design. Setelah itu, lanjut Mekeng, Sekjen datang kembali dan menyampaikan lay out ke Banggar. "Kami pimpinan hanya menyampaikan beberapa point. Yang pertama, kami tidak mau warna ruang sidang itu tendensius kepada salah satu partai politik. Warna itu harus netral. Kedua kami minta penerangannya harus lebih baik. Karena penerangan ruang rapat Banggar sekarang ini sudah tidak memenuhi syarat. Karena kalau kami bekerja sampai malam, susah buat kami melihat angka yang ditampilkan pemerintah," katanya. Pimpinan Banggar juga meminta warna cerah untuk tembok ruangan.

Banggar, kata Mekeng, tidak ingin ada warna yang gelap apalagi yang tendensius kepada salah satu parpol. "Itu pesan yang kami sampaikan. Kami tidak memikirkan bahwa mejanya harus import, kursi harus import. Itu bukan domain kami. Kami hanya, minta alat, minta sarana. Bahwa itu dibeli darimana Sekjen yang mempunyai wewenang menentukan itu. Bukan Banggar. Banggar bekerja, sesuai dengan UU keuangan negara dan MD3.

Tidak bisa banggar mencampuri urusan Sekjen. Tidak bisa banggar mencampuri urusan BURT. Semua sudah mempunyai tugas masing-masing," katanya. Dia juga membantah tudingan yang menyatakan pernah menekan Sekjen. "Jadi saya mau klarifikasi berita yang selama ini simpang siur. Jadi, tidak ada pertemuan apapun, tidak ada saya menekan-nekan. Buat apa saya menekan-nekan, ini bukan rumah pribadi saya, ini bukan kantor pribadi saya.

Ini rumah negara, milik negara. Standarnya pun ada di Sekjen. Kesekjenan mempunyai itu dan mereka berhak menentukan itu," ungkapnya. Ia pun membeberkan volume yang diberikan Sekjen untuk ruangan itu. Pertama, ruang sidang Banggar 316,5 m2 bukan 10 x10 m2. Ruang Sekretariat Banggar 66 m2. Ruang pimpinan Banggar 60 m2. Ruang tamu 26 m2, ruang makan 22,5 m2, ruang transit menteri 38 m2, ruang kerja staf ahli banggar 85 m2, ruang arsip 8,34 m2, pantry 8,29 m2, balkon 150 m2. "Total 780, 98 m2. Bukan 10 x 10.

Data ini dapat dari Sekjen. Sekjen yang mendesign semua ini. Bukan kami. Kami hanya meminta, kami butuh ruang rapat, ruang sekretariat, kami butuh ruang arsip, butuh ruang tenaga ahli, butuh ruang transit menteri datang, itu yang kami butuhkan. Spesifikasi bukan kami yang menentukan. Semua ditentukan oleh Sekjen," kata Mekeng. Dia menegaskan, saat pertemuan dengan Sekjen, tidak pernah menyebutkan nilai proyek Rp20 miliar.

"Sekjen tidak pernah menyebutkan angka Rp20 miliar. Di dalam dua kali apat itu mereka menerima masukan dan mereka menerima lay outnya. Angka R20,3 miliar itu kami tahu setelah bapak-bapak dan ibu-ibu media menyampaikan angka Rp20,3 miliar," jelasnya. "Tidak pernah ada, karena itu bukan kami punya tugas. Tugas kami disini membahas APBN. Tugas kami disini membahas laporan keuangan pemerintah pusat. Tugas kami disini membahas keuangan negara, bukan membahas hal yang sifatnya remeh temeh," katanya.

Bukankah dana itu juga bersumber dari APBN? Mekeng menjawab, "Ya, itu bukan tugas kami. Tugasnya Sekjen dan BURT. Kami tidak pernah sama sekali berhubungan dengan BURT soal masalah ini. Tidak pernah berhubungan dengan Sekjen untuk kursi berapa, ini berapa. Tidak ada urusan, kerjaan kami lebih banyak. Ini bukan kantor pribadi kami, bukan rumah pribadi kami. Kami datang kesini bekerja untuk menyiapkan, keperluan konstituen kami.

Perlu listrik, perlu jalan, perlu air, itu tugas kami. Tapi, kalau urusan kursi meja itu urusan Sekjen, dan itu urusan BURT." Dia juga mengatakan jika Sekjen mengaku punya rekaman pembicaraan rapat, silahkan dibuka. "Silahkan dibuka rekamannya. Kalau disini saya sudah tanya, tidak ada rekaman disini. Kalau sampai ada rekaman yang disembunyikan kami akan tuntut Sekjen, bahwa dia ada punya niat-niat tertentu kepada kami. Kami punya niat baik untuk rakyat, bukan untuk hal-hal demikian," pungkas Mekeng. (fas/boy/rko)

sumber: http://www.indopos.co.id/index.php/berita-indo-rewiew/20490-kursi-dipilih-pimpinan-banggar.html

0 komentar:

Posting Komentar

 
... ...

Radar Korupsi Copyright © 2009 Not Magazine 4 Column is Designed by Ipietoon Sponsored by Dezigntuts