KPK Harus Cepat Usut Tuntas Dugaan Mark Up
JAKARTA-Kursi baru di ruang badan
anggaran (banggar) DPR senilai Rp 24 juta per buah menjadi bahan
pergunjingan publik. Banyak yang penasaran bagaimana rasanya duduk di
kursi impor mahal yang katanya didesain seperti anatomi tubuh bagian
belakang manusia. Entah karena alasan banyak yang ingin melihat atau
karena alasan tidak ada anggota DPR yang berani memakai ruangan
fantastis tersebut, ruangan yang siap pakai itu akhirnya ditutup untuk
publik.
Kemarin, INDOPOS yang mencoba masuk ke
ruangan yang asesorisnya memakan uang rakyat senilai lebih dari Rp 20
miliar tersebut mengalami kesulitan. Pintunya ditutup dan tidak boleh
ada yang masuk ke ruanganb tersebut. ”Iya Pak, perintahnya memangh
begitu, belum bisa dipakai karena masih finishing,” kata seorang petugas
keamanan. Namun demikian, dia mengaku tidak tahu alasan pelarangan
orang masuk ke ruangan tersebut meskipun tidak ada aktivitas di
dalamnya.
”Memang banyak yang ingin melihat ke
dalam, pada penasaran. Tetapi perintah pimpinan ruangan ini memang harus
ditutup,” kata petugas tersebut. Kursi senilai Rp 24 juta yang diimpor
dari Jerman tersebut memang fenomenal. Meja-meja di ruang rapat banggar
tersebut juga baru tetapi produk dalam negeri. Jika ditotal, seluruhnya
ada 200 kursi baru. Sebagian besar masih rapi terbungkus plastik putih.
Maka anggaran untuk pembelian seluruh kursi ini mencapai Rp 4,8 miliar.
Sebelumnya, sempat disebut lighting
system (sistem penerangan) menghabiskan anggaran Rp 250 juta. Untuk
karpet yang dipakai menutup ruang rapat banggar, kabarnya dialokasikan
Rp 5 juta per meter persegi. Adapun ruangannya sendiri berukuran sekitar
400 meter persegi (20 x 20 m). Luas itu belum termasuk ruang staf
Banggar yang berukuran 80 meter persegi (4x20 m). Bila dihitung untuk
ruang rapatnya saja, maka diperkirakan anggaran pembelian karpet
mencapai Rp 2 miliar.
Semua anggaran ini belum termasuk untuk
sistem peredam suara, sound system, pemasangan dinding baru, plafon, dan
fasilitas LCD. Fasilitas yang terakhir ini berjumlah 3 paket. Masing
-masing paket terdiri dari 12 tv layar datar berukuran 29 inch yang
dipasang berjejer 4 ke samping dan 3 ke bawah. Sayangnya, kesekjenan DPR
masih tertutup soal harganya. Kepala Biro Pemeliharaan Pembangunan dan
Instalasi DPR Sumirat menjelaskan bahwa spesifikasi barang untuk
renovasi diajukan oleh konsultan PT Gubahlaras.
Tapi, Gubahlaras tidak hanya mengajukan
satu pilihan. Ada banyak alternatif. Jadi, ada pilihan lain di luar
kursi impor dari Jerman. Sayangnya, Sumirat tidak mau merincinya lebih
jauh. "Waktu dipresentasikan, salah satu kursi (alternatif) dipilih
pimpinan Banggar," kata Sumirat. Sementara itu, sikap proaktif Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) menyelidiki kasus renovasi ruang banggar DPR
mendapat dukungan. Keterlibatan KPK dianggap dapat membuka kejanggalan
proyek senilai Rp. 20 miliar tersebut.
Politisi senior Partai Golkar, Akbar
Tandjung menyatakan masuknya KPK pada kasus renovasi ruang banggar
memang sudah sepatutnya dilakukan. KPK memiliki banyak kewenangan yang
mampu membongkar berbagai dugaan kejanggalan proyek itu. ”Saya rasa
sudah sewajarnya KPK terlibat pada persoalan proyek banggar DPR. KPK
harus menuntaskan berbagai dugaan-dugaan negatif yang muncul di
masyarakat,” ujar Akbar Tandjung usai mengikuti Silatuhrahmi Tokoh
Bangsa ke-3 di gedung PP Muhammadiyah, Jakarta, Kamis (19/1).
Menurutnya, keterlibatan KPK itu harus
menjawab harapan publik. Tidak hanya melakukan investigasi tanpa
memberikan kesimpulan. Karena jawaban KPK itulah yang dinantikan banyak
kalangan. Jika dugaan-dugaan negatif itu terbukti. KPK pun tak boleh
berhenti, harus melanjutkan perkaranya pada tingkat penyidikan. Agar
alur perkaranya menjadai tuntas. “Kita perlu tunggu apa yang dilakukan
KPK pada kasus ini. Kalau ada yang perlu bertanggung jawab, maka
segeralah diminta pertanggung jawabannya,” tegas tokoh gerakan 66 ini.
Akbar Tandjung menyebutkan, kasus
renovasi ruang banggar DPR perlu menjadi perhatian serius. Bukan sebatas
pada nilai anggaran yang besar, tetapi juga prosedur dan dasar
kebutuhannya. Dia berharap KPK secara detil dapat membeberkan kasus
renovasi ruang Banggar tersebut. Tingkat detilnya penyelidikan KPK
itulah yang mampu menenangkan masyarakat. “Siapa-siapa yang dianggap
terlibat perlu dimintai keterangannya.
Agar informasi yang diterima pun menjadi
lengkap,” imbuhnya. Ketua DPD RI Irman Gusman menambahkan, terlibatnya
KPK pada perkara renovasi ruang banggar sudah lama dibutuhkan. KPK
menjadi lembaga yang dianggap publik mampu menuntaskan berbagai polemik
yang terjadi. ”Ya..sewajarnya itu dilakukan sejak dulu. Sebelum menjadi
isu publik, KPK sudah memonitoring proyeknya,” tutur Irman. Irman
menyebutkan, secara teknis proyek itu mungkin tidak bermasalah.
Tetapi prosedur dan mekanismenya yang
harus diteliti. Apalagi renovasi bangunan tersebut dilakukan saat
keprihatinan bangsa masih terjadi. “Yang saya rasakan, renovasi itu
tidak memenuhi rasa keadilan masyarakat. Ada banyak persoalan yang harus
dituntaskan DPR, tetapi malah peduli pada kebutuhan ruang rapat,”
ucapnya.
Banggar Membantah
Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR,
Melchias Markus Mekeng, menegaskan bahwa Banggar dua kali bertemu dengan
Sekretaris Jendral (Sekjen) DPR terkait pembangunan renovasi ruangan
Banggar senilai Rp20,3 miliar. "Pertemuan yang sifatnya konsultasi
dengan Sekjen hanya dua kali. Satu kali di ruang ini (ruang pimpinan
Banggar lama), di meja ini dan satu kali di dalam ruang rapat
(Banggar)," katanya saat memberikan keterangan pers di Senayan, Kamis
(19/1).
Ia menjelaskan, pertama kali Sekjen
datang setelah mendapat surat dari Banggar tertanggal 30 Juni 2011
Nomor 57/BADPRRI/VI/2011 perihal permintaan pembahasan ruangan baru
Banggar. "Pertama Sekjen datang setelah mendapat surat ini, mereka
datang ke kami menanyakan kebutuhan apa yang diminta. Kami jelaskan
kami butuh ruang rapat, ruang sekretariat, ruang fileing, ruang tenaga
ahli dan ruang transit menteri," ungkap Mekeng.
Kemudian, kata dia, setelah tahu apa
yang dibutuhkan Banggar, Sekjen membuat design. Setelah itu, lanjut
Mekeng, Sekjen datang kembali dan menyampaikan lay out ke Banggar. "Kami
pimpinan hanya menyampaikan beberapa point. Yang pertama, kami tidak
mau warna ruang sidang itu tendensius kepada salah satu partai politik.
Warna itu harus netral. Kedua kami minta penerangannya harus lebih baik.
Karena penerangan ruang rapat Banggar sekarang ini sudah tidak memenuhi
syarat. Karena kalau kami bekerja sampai malam, susah buat kami melihat
angka yang ditampilkan pemerintah," katanya. Pimpinan Banggar juga
meminta warna cerah untuk tembok ruangan.
Banggar, kata Mekeng, tidak ingin ada
warna yang gelap apalagi yang tendensius kepada salah satu parpol. "Itu
pesan yang kami sampaikan. Kami tidak memikirkan bahwa mejanya harus
import, kursi harus import. Itu bukan domain kami. Kami hanya, minta
alat, minta sarana. Bahwa itu dibeli darimana Sekjen yang mempunyai
wewenang menentukan itu. Bukan Banggar. Banggar bekerja, sesuai dengan
UU keuangan negara dan MD3.
Tidak bisa banggar mencampuri urusan
Sekjen. Tidak bisa banggar mencampuri urusan BURT. Semua sudah mempunyai
tugas masing-masing," katanya. Dia juga membantah tudingan yang
menyatakan pernah menekan Sekjen. "Jadi saya mau klarifikasi berita yang
selama ini simpang siur. Jadi, tidak ada pertemuan apapun, tidak ada
saya menekan-nekan. Buat apa saya menekan-nekan, ini bukan rumah pribadi
saya, ini bukan kantor pribadi saya.
Ini rumah negara, milik negara.
Standarnya pun ada di Sekjen. Kesekjenan mempunyai itu dan mereka berhak
menentukan itu," ungkapnya. Ia pun membeberkan volume yang diberikan
Sekjen untuk ruangan itu. Pertama, ruang sidang Banggar 316,5 m2 bukan
10 x10 m2. Ruang Sekretariat Banggar 66 m2. Ruang pimpinan Banggar 60
m2. Ruang tamu 26 m2, ruang makan 22,5 m2, ruang transit menteri 38 m2,
ruang kerja staf ahli banggar 85 m2, ruang arsip 8,34 m2, pantry 8,29
m2, balkon 150 m2. "Total 780, 98 m2. Bukan 10 x 10.
Data ini dapat dari Sekjen. Sekjen yang
mendesign semua ini. Bukan kami. Kami hanya meminta, kami butuh ruang
rapat, ruang sekretariat, kami butuh ruang arsip, butuh ruang tenaga
ahli, butuh ruang transit menteri datang, itu yang kami butuhkan.
Spesifikasi bukan kami yang menentukan. Semua ditentukan oleh Sekjen,"
kata Mekeng. Dia menegaskan, saat pertemuan dengan Sekjen, tidak pernah
menyebutkan nilai proyek Rp20 miliar.
"Sekjen tidak pernah menyebutkan angka
Rp20 miliar. Di dalam dua kali apat itu mereka menerima masukan dan
mereka menerima lay outnya. Angka R20,3 miliar itu kami tahu setelah
bapak-bapak dan ibu-ibu media menyampaikan angka Rp20,3 miliar,"
jelasnya. "Tidak pernah ada, karena itu bukan kami punya tugas. Tugas
kami disini membahas APBN. Tugas kami disini membahas laporan keuangan
pemerintah pusat. Tugas kami disini membahas keuangan negara, bukan
membahas hal yang sifatnya remeh temeh," katanya.
Bukankah dana itu juga bersumber dari
APBN? Mekeng menjawab, "Ya, itu bukan tugas kami. Tugasnya Sekjen dan
BURT. Kami tidak pernah sama sekali berhubungan dengan BURT soal masalah
ini. Tidak pernah berhubungan dengan Sekjen untuk kursi berapa, ini
berapa. Tidak ada urusan, kerjaan kami lebih banyak. Ini bukan kantor
pribadi kami, bukan rumah pribadi kami. Kami datang kesini bekerja untuk
menyiapkan, keperluan konstituen kami.
Perlu listrik, perlu jalan, perlu air,
itu tugas kami. Tapi, kalau urusan kursi meja itu urusan Sekjen, dan itu
urusan BURT." Dia juga mengatakan jika Sekjen mengaku punya rekaman
pembicaraan rapat, silahkan dibuka. "Silahkan dibuka rekamannya. Kalau
disini saya sudah tanya, tidak ada rekaman disini. Kalau sampai ada
rekaman yang disembunyikan kami akan tuntut Sekjen, bahwa dia ada punya
niat-niat tertentu kepada kami. Kami punya niat baik untuk rakyat, bukan
untuk hal-hal demikian," pungkas Mekeng. (fas/boy/rko)
sumber: http://www.indopos.co.id/index.php/berita-indo-rewiew/20490-kursi-dipilih-pimpinan-banggar.html
0 komentar:
Posting Komentar