.

Sabtu, 21 Januari 2012

Soal Dana Renovasi Ruang Paripurna Rp 80 M,Banggar DPRD Lepas Tangan

AKARTA-Proyek renovasi gedung DPRD DKI Jakarta menjadi sorotan banyak pihak. Ini setelah pembangunan perwajahan gedung tersebut memakan dana yang fantastis, sekitar Rp 80 miliar lebih.

Salah satunya adalah proyek retrofit ruang paripurna yang memakai keramik khusus yang kabarnya diimpor dari Turki. Bisa dikatakan, inilah banggar jilid II. Permainan mafia proyek di DPRD DKI Jakarta sepertinya tidak mau kalah dengan DPR RI yang juga diisukan banyak mafia proyeknya. 

Diketahui, proyek retrofit adalah proyek merubah wajah gedung DPRD yang lama supaya memiliki wajah yang sama dengan wajah gedung DPRD baru yang saat ini sedang dalam proyel pengerjaan.

Gedung baru tersebut dibangun di bekas lahan gedung Dinas Pelayanan Pajak yang posisinya persis di samping gedung DPRD lama. Karena tampilan calon gedung baru DPRD lebih dinamis dan modern, wajah gedung lama yang rencananya akan dipakai sebagai ruang paripurna terlihat berbeda.

Padahal, gedung lama dan gedung baru DPRD akan dijadikan satu. Akhirnya muncullah ide proyek retrofit supaya kedua gedung tersebut berpenampilan sama dan satu kesatuan. Yang menjadi masalah adalah anggaran untuk proyek retrofit tersebut yang cukup fantastis hingga mencapai Rp 80 miliar. Padahal, yang dilakukan hanyalah mengganti beberapa asesoris gedung.

Ironisnya lagi, para anggota dewan di Jalan Kebon Sirih tersebut saling lempar tanggungjawab soal siapa yang bertanggungjawab atas proyek tersebut. Salah satu material yang disorot dalam proyek tersebut akan penggunaan keramik yang kabarnya dibeli dari Kota Istanbul, Turki. Informasi penggunaan keramik impor itu, mengingatkan pada keberangkatan Ketua DPRD DKI Jakarta Ferial Sofyan beberapa waktu lalu ke Turki pada 2011.

Saat itu juga sempat terdengar kabar bahwa kunjungannya tersebut untuk mensurvei harga dan jenis keramik yang akan digunakan untuk proyek retrofit gedung DPRD DKI. Sekaligus untuk pemasangan keramik di gedung dewan yang kini dalam proses pembangunan. Proyek tersebut bertujuan mengubah penampilan tampak depan gedung dewan saat ini. Sehingga memiliki penampilan yang sama dengan gedung dewan yang kini dalam proses pembangunan. Sayangnya, alokasi anggaran proyek tersebut disinyalir sebagai anggaran ‘siluman’.

Pasalnya, Badan Anggaran (Banggar) DPRD DKI telah sepakat mencoret anggaran tersebut. Namun anggaran itu justru muncul kembali dalam penetapan anggaran. Ini menimbulkan kecurigaan adanya permainan anggaran oleh kalangan tertentu. Kondisi demikian juga terindikasi adanya perpecahan di tubuh Banggar DPRD DKI. Tak hanya itu, para politisi di Kebon Sirih itu terkesan saling menyalahkan.

“Semula anggaran retrofit tidak disetujui karena pemborosan. Rencananya mengganti marmer atau keramik yang menurut saya kondisinya masih layak dipakai,” ujar Anggota Banggar DPRD DKI Sanusi kepada INDOPOS, kemarin (20/1). Dirinya juga menyayangkan kemunculan kembali alokasi anggaran tersebut dalam penetapan anggaran. Ironisnya, anggaran itu dimasukkan dalam alokasi sekretariat dewan. Sehingga tidak tepat sasaran. “Kalaupun harus ada, ya sepantasnya dialokasikan pada dinas perumahan,” tutur Sanusi.
Ketidaktahuan anggota Banggar itu justru menimbulkan pertanyaan bagi kalangan anggota DPRD DKI lainnya. Cibiran pun terlontar dari Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta Ridho Kamaludin atas sikap ketidaktahuan itu. Menurut dia, sangat mustahil bila setiap alokasi anggaran tidak diketahui oleh seluruh pimpinan dan anggota Banggar. “Masa tidak tahu, kan dalam draft anggarannya ada paraf mereka. Kalau tidak dibahas dibanggar mungkin benar. Tapi bukan berarti tidak tahu,” imbuhnya.

Selain proyek retrofit, diketahui pada APBD 2012 terdapat juga alokasi anggaran sebesar Rp 100 miliar untuk membangun jembatan penghubung antara gedung dewan saat ini dengan gedung yang baru. Hasil penelusuran ke sejumlah sumber, didapati alokasi anggaran itu terdapat pada Dinas Perumahan DKI Jakarta dengan besaran Rp 20 miliar.

Namun belum bisa dipastikan spesifikasi material yang akan digunakan untuk pembangunan jembatan tersebut. Selain proyek marmerisasi, proyek lain yang disorot adalah rehab ruang sidang paripurna yang menghabiskan anggaran Rp 16,5 miliar. Anggaran tersebut juga ditolak komisi A (bidang pemerintahan) namun secara misterius kembali dimunculkan bahkan membengkak menjadi Rp 17,9 miliar. Ketua Komisi A DPRD DKI Ida Mahmudah mengakui, keberadaan alokasi anggaran tersebut menuai pro kontra di di komisi yang dipimpinnnya.

“Ini menjadi pertanyaan besar buat saya dan teman-teman lainnya. Bahkan saya sudah minta anggarannya dicoret saat pembahasan anggaran perubahan,” ungkap dia kepada INDOPOS, kemarin (19/1). Kalaupun terjadi suatu kejanggalan dalam pelaksanaan proyek tersebut, kata Ida, sebaiknya diserahkan pada mekanisme berlaku. “Saat ini BPK tengah mengaudit seluruh anggaran di DKI,” tutur politisi PDI Perjuangan itu.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Masyarakat Pemantau Kebijakan Eksekutif dan Legislatif (Majelis) Sugiyanto mengatakan, penggunaan anggaran yang sangat besar hanya untuk rehab ruangan sidang parpipurna merupakan sesuatu yang mengada-ngada. “Ini terlalu mahal. Tak ada bedanya dengan yang tengah terjadi di DPR RI,” kata dia. Karena itu, Sugiyanto menyarankan agar Badan Kehormatan (BK) DPRD DKI turun tangan. Sebab dikawatirkan terdapat keterlibatan oknum anggota dewan proyek tersebut. 

“Sedangkan KPK (komisi pemberantasan korupsi), seharusnya berinisiatif melaksanakan pemeriksaan,” tandasnya. (rul)

sumber: http://www.indopos.co.id/index.php/berita-indo-rewiew/20535-soal-dana-renovasi-ruang-paripurna-rp-80-mbanggar-dprd-lepas-tangan.html

0 komentar:

Posting Komentar

 
... ...

Radar Korupsi Copyright © 2009 Not Magazine 4 Column is Designed by Ipietoon Sponsored by Dezigntuts