.

Sabtu, 12 Maret 2011

Benarkah Korupsi Depag Rp 58 Trilyun?

Safari Ans

 Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pernah menyebutkan bahwa Departemen Agama (Depag) sebagai departemen yang paling tinggi angka korupsinya. Tetapi anehnya, para pelakunya tak pernah ditangkap apalagi diadili. Yang terjerat hukum hanya kasus korupsi kecil-kecil ditingkat Kanwil. Sedangkan data yang diungkapkan oleh BPK lebih menyorot temuan di tingkat pusat, berselubung Dana Abadi Ummat. Yang paling aneh lagi, Depag segera membuat kerjasama dengan KPK untuk membuat jaring pemberantasan korupsi di lingkungan Depag.

Menurut sebuah sumber yang dapat dipercaya, dia berhasil merekam pertemuan dengan pemuda bernama Kusuma Indrajaya (KI) berdarah Betawi. Ia menjadi suplayer terbesar Depag ketika yang menjabat menteri agamanya Said Agil Al-Munawar. Ada lagi pensiunan Depag yang pernah menjabat Kakanwil Depag DKI Jakarta juga berkisah; kemana Menag itu pergi disitu pasti ada KI. Bahkan KI dipercaya untuk mengatur beberapa transaksi uang titipan para pejabat Depag hingga dia menghilang sejak 2007.

Tak tanggung-tanggung, uang pejabat Depag yang tersimpan di Bank Amex Cabang Jakarta Kuningan itu mencapai lebih dari Rp 58 trilyun. Benarkah? Setidaknya kita bisa menyimak rekaman percakapan narasumber itu yang kemudian diubahnya dalam bentuk audio video. Klik Depag. Bahkan seorang PNS di Walikota Jakarta Selatan, Adnan Darsono sebelum meninggal sempat bersaksi di sebuah kamera bahwa dia menyaksikan transaksi yang dilakukan oleh KI. Konon kabarnya Adnan Darsono yang saat itu menjadi Kabag Kesra di Kantor Walikota Jakarta Selatan kena serangan jantung, ketika tau bahwa KI telah menjebaknya dalam transaksi ini. Klik Kesaksin Adnan Darsono.

Narasumber yang berhasil penulis temui mengatakan, bahwa dirinya masih memiliki bukti rekaman audio video yang siap tayang di televisi. Semua rekaman itu merupakan saksi atas proses transaksi penyimpanan uang pejabat Depag. Sukses pencairan di Bank Amex Jakarta, kemudian uang tersebut dipindahkan ke Standard Chartered Jakarta atas nama berbagai pihak, utamanya atas nama yayasan-yayasan keagamaan.

Narasumber itu bercerita, ia menyaksikan kesibukan KI bersama seorang kepercayaan mantan Pejabat Depag menukarkan USD di beberapa Money Changer di Jakarta setiap hari dalam beberapa bulan. USD ini menurutnya beraasal dari sedekahan Garuda Indonesia setiap kali penyelenggaraan ibadah haji. KI dan rekannya biasa membawa USD dalam cover dari Arab Saudi menggunakan pesawat Garuda. Bahkan brankas rahasia di bekas kantor Depag yang lama di Jalan Thamrin pun dibongkar jelang akhir 2007, ketika tranbsaksi ini sudah banyak yang bocor.

Sumber pendanaan lainnya, menurut sumber tadi, berasal dari hibah Islamic Development Bank (IDB). Nilainya Fantastis, ratusan trilyun rupiah. Oleh IDB, menurut sumber itu merupakan hibab untuk membantu Indonesia dalam pengatasi krisis ekonomi tahun 1986-1987. Dana ini berhasil dibawa ke Indonesia ketika Gus Dur menjadi Presiden, tapi agaknya Gus Dur tidak tau. Dan itu belum seberapa. Mereka juga menyimpan uangnya di Jerman, Australia dan Jepang yang dilakukan oleh mantan pejabat Inspektorat Depag. Mantan Pejabat Depag ini meminta perlindungan kepada oknum petinggi militer ketika itu (kini mereka sudah pensiun). Tapi anehnya menurut sumber tadi, semua bantuan atau hibab IDB ini oleh para Kiyai yang terlibat dianggap sebagai ghonimah (pampasan perang), sehingga menjadi halal. Di situ disebutkan ada tujuh Kiyai besar ikut menikmati kue hibah ini.

Machtub Basyuni ketika masih menjabat sebagai Menteri Agama sempat dikonfirmasi penulis di kantornya awal 2008. Ia didampingi Sekjen Depag mendengarkan informasi yang penulis sampaikan. Anehnya, bukannya Menag itu mengejar informasi yang saya sampaikan malah mengatakannya, tidak mungkin. Tetapi, seorang pegawai Bank Amex Jakarta yang berposisi penting mengatakan kepada rekan penulis, membenarkan adanya dana para pejabat di bank tersebut, malah meminta agar sumber tadi tidak membicarakannya. Sebab masih menurut pejabat penting bank itu, bahwa dana tersebut milik pejabat tinggi. “Ngeri Mas, kalau kita bicarakan akan membuah gaduh negeri ini,” ungkap narasumber yang berhasil menyelinap ke bank tersebut.

Anehnya, dana besar ini kemudian banyak juga digunakan untuk keperluan Pemilu 2009, termasuk di dalamnya pembentukan partai-partai baru. Bahkan menurut rekaman KI, Menag ketika itu mengumpulkan para Kiyai di hotel Gran Melia Kuningan Jakarta yang secara khusus membahas tentang pembagian dana hibah ini. Seorang Kiyai yang berhasil penulis konfirmasi membenarkan pertemuan tersebut, tetapi Menag ketika penulis wawancara sebelum masuk ruang sidang di Istana Negara awal 2008, membantahnya malah nmarah-marah sama penbulis.

Apapun soal cerita, menurut penulis harus dituntaskan. Sebab bagaimana negara mau benar, bagaimana negara mau makmur kalau Ulama (Kiyai) dan Umara (pemimpin) dan sudah menganggap yang salah menjadi benar. Mumpung Presiden SBY sedang berantas mafia hukum, yuk ramai-ramai bongkar semua kasus yang berhasil bersembunyi di balik mafia hukum ini. Siapa tau kabar Korupsi Depag sebesar Rp 58 trlyun ini benar adanya. Salam saya.

Ia pendiri IFID (International Fund for Indonesia Development) yang berkantor di Hong Kong. Berprofesi sebagai jurnalis diawali di Harian Prioritas 1987, setelah dibredel Orde Baru, ia bergabung dengan Majalah Warta Ekonomi, ANTV, dan terakhir di Lativi (kini TvOne) 2005. Karir jurnalistik dirintisnya semasa kuliah di UIN Jakarta dan sempat aktif pada Himpunan Pers Mahasiswa Indonesia, sebelum melanjutkan studi ke Pascasarjana Fikom Universitas Padjadjaran Bandung.

dari: http://politik.kompasiana.com/2010/01/12/benarkah-korupsi-depag-rp-58-trilyun/ 

0 komentar:

Posting Komentar

 
... ...

Radar Korupsi Copyright © 2009 Not Magazine 4 Column is Designed by Ipietoon Sponsored by Dezigntuts