.

Selasa, 01 November 2011

Rangkap Jabatan Rawan Korupsi

MAKASSAR– Larangan rangkap jabatan dalam organisasi olahraga bagi para pejabat publik dinilai sebagai upaya untuk mempersempit ruang korupsi dan penyalahgunaan wewenang.

Para pengamat dan aktivis antikorupsi di Tanah Air mendesak Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi agar memberlakukan larangan tersebut sebagaimana rekomendasi yang dikeluarkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dengan begitu, organisasi olahraga bisa dikelola secara mandiri dan profesional. Pakar Hukum Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar Prof Dr Aswanto mengakui bahwa rangkap jabatan seorang pejabat publik di klub sepak bola rawan penyalahgunaan keuangan negara.

Dikhawatirkan terjadi pengeluaran keuangan negara yang tidak semestinya. “Subtansinya bukan soal rangkap jabatan pejabat publik. Tetapi soal penyalahgunaan keuangan negara,” kata Aswanto, kepada SINDO di Makassar kemarin. Dekan Fakultas Hukum Unhas ini mengatakan, rekomendasi KPK harus mendapat dukungan dengan mempercepat penetapan aturan tersebut.

Pengelolaan anggaran berupa hibah ini harus dilakukan secara akuntabel dan transparan untuk menutup peluang terjadinya kerugian negara. Karena itu, dia mendukung sepenuhnya upaya KPK mempersempit ruang gerak potensi korupsi, termasuk pada sepak bola yang menggunakan keuangan negara. Dia berharap kebijakan itu segera direspons oleh Mendagri sehingga tidak ada lagi pejabat yang merangkap pengelola klub olahraga.

“Jika untuk pemberantasan korupsi tentu kita harus mendukung,”ujarnya. Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo membenarkan bahwa larangan rangkap jabatan memang akan dilakukan secara bertahap. Larangan tersebut terutama untuk olahraga profesional. “Olahraga yang dianggap dibutuhkan, dalam tanda petik, masih bisa ditolerir sepanjang bisa mengangkat prestasi olahraga,” ujarnya usai menghadiri HUT Bone kemarin. Ditanya soal jabatannya sebagai Ketua KONI Sulsel, dia mengakui bahwa hal itu tidak dipersoalkan oleh KPK.

Dia mengatakan, sebenarnya yang dilarang adalah korupsinya. Adapun rangkap jabatan merupakan konsekuensi atas adanya potensi korupsi. Menurut Syahrul yang juga ikut dalam pertemuan KPK di Jakarta soal larangan mengucurkan APBD ke klub sepak bola, rangkap jabatan boleh saja sepanjang hal itu dilakukan untuk kepentingan publik. Sebab, masih ada beberapa daerah yang membutuhkan rangkap jabatan.

Terpisah, pengamat hukum Abraham Samad mengatakan, selain soal rangkap jabatan,pola pendanaan sepak bola dari APBD dan APBN harus segera dihentikan. Penggunaan anggaran untuk kegiatan sepak bola profesional sebaiknya dialihkan untuk program pembangunan lainnya. “Seharusnya dari dulu sudah tidak menggunakan dana APBD dan APBN untuk klub sepak bola yang profesional.

Penggunaan APBD sangat rawan terjadi korupsi karena pertanggujawabannya tidak jelas.Kebocoran-kebocoran tentu akan menimbulkan kerugian negara,” kata dosen Unhas Makassar ini. Dia menjelaskan, KPK tentunya memiliki pertimbangan dan hasil pengkajian sebelum mewacanakan penghentian penggunaan dana APBD dan APBN ini 2012 mendatang.Termasuk potensi korupsi jika klub sepak bola dipegang oleh pejabat setingkat wali kota.Menurutnya, selain penyalahgunaan jabatan dan potensi korupsi, rangkap jabatan juga memicu konflik kepentingan.

Dia mencontohkan,klub sepak bola yang bisa ditunggangi kepentingan politik.“Sepak bola ini jangan dijadikan alat tunggangan politik.Kita ingin sepak bola nasional dikelola secara profesional. Dengan begitu, kita bisa berprestasi.Tidak bisa berkembang sepak bola kalau masih ditunggangi kepentingan politik,”katanya. Pengamat kebijakan publik, Andi Ahmad Yani mengatakan, selama ini penggelontoran anggaran sepak bola dari APBD tidak rasional.Alasannya, porsi anggaran terlalu besar sehingga beberapa kebutuhan publik terbaikan.

“APBD itu kan disusun sesuai dengan kebutuhan publik seperti pengentasan kemiskinan. Perlu diketahui bahwa tidak semua orang menyukai sepak bola,”katanya. Magister University of Hawai Amerika Serikat ini mengungkapkan, pengelolaan sepak bola profesional yang menggunakan anggaran negara, hanya ada di Indonesia.Di negara lain, sepak bola dikelola secara profesional oleh publik yang memiliki perhatian dalam sepakbola. Menurutnya,pejabat publik harus memberikan pelayanan dengan baik dan tidak mesti mengurusi sepak bola.

Bahkan,menurut Staf Khusus Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Denny Indrayana, rangkap jabatan tersebut bertentangan dengan Undang- Undang Sistem Keolahragaan Nasional. Dia juga menyarankan agar klub sepak bola lebih profesional dalam menggalang dana dan tidak mengandalkan dana dari pemerintah. “Saya tidak mengetahui persis pengalokasian dana APBN dan APBD ke sejumlah klub sepak bola di Indonesia.

Tapi lebih baik dikelola secara profesional,” katanya usai memberikan ceramah pada diskusi bertajuk “Tantangan dan Strategi Pemberantasan Korupsi di Indonesia” di Fakultas Hukum Unhas,kemarin. Hal senada diungkapan Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Febri Diansyah. Dia menilai rangkap jabatan di institusi keolahragaan rawan dengan penyimpangan.

Dikhawatirkan, olahraga sebagai ajang peningkatan prestasi dan gengsi bangsa,justru akan dimanfaatkan untuk kepentingan politik golongan tertentu.“Sebaiknya olahraga dibina oleh profesional sehingga diketahui apa yang menjadi kebutuhan yang mendesak.Sekarang, sudah saatnya klub mencari dana sendiri secara mandiri,”katanya. Penasehat Hukum PSM Makassar Syahrir Cakkari mengatakan, selama ini UU 3/2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional sudah dilanggar sejak dulu.

Hanya saja, pelanggaran itu dilakukan atas dasar pertimbangan asas manfaat.“Seperti Gubernur ditunjuk sebagai Ketua Umum KONI provinsi. Pertimbangannya,dengan adanya pejabat publik, akan ada perhatian yang lebih besar lagi untuk membangun olahraga,” jelasnya.

Begitu juga yang terjadi pada kepengurusan klub sepak bola. Dengan diangkatnya wali kota atau bupati, diharapkan memebrikan perhatian khusus dalam memajukan sepak bola. “Tapi dengan adanya imbauan dari KPK ini, sudah sangat bagus. Sehingga, pengelolaan sepak bola dan olahraga lebih profesional dan lepas dari intervensi politik,”katanya. SI-syamsu rizal/rahmi djafar/ m syahlan/ muh syahrullah 

0 komentar:

Posting Komentar

 
... ...

Radar Korupsi Copyright © 2009 Not Magazine 4 Column is Designed by Ipietoon Sponsored by Dezigntuts