.

Selasa, 15 Maret 2011

Korupsi Di Indonesia Merupakan Fenomena Gunung Es


Korupsidi Indonesia adalah masalah yang sangat serius dan membutuhkan pemikiran kerasdalam upaya memberantasnya. Keberadaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yangdibentuk berdasarkan UU No. 30 tahun 2002 sebagai lembaga independent merupakanbukti keseriusan Pemerintah dalam upaya memberantas korupsi. Beberapa tahunbelakangan KPK telah menunjukkan prestasi yang positif ini terbukti dengantertangkapnya beberapa koruptor yang notabene merupakan orang-orang penting dinegeri ini. KPK berhasil menepis isu "Tebang Pilih" dalampemberantasan korupsi, dan indicator pentingnya adalah penangkapan Aulia Pohanyang tergolong merupakan orang dekat Presiden (Besan Presiden RI).

KPKdalam beberapa tindakannya juga telah membuktikan sebagai lembaga yangbenar-benar kredibel dan dapat dipercaya. Ranah DPR, Kepolisian, Kejaksaan, danKehakiman yang pada masa sebelum reformasi dianggap sebagai ranah sakral dan kebal hukum ternyata KPK telah memasukinya untuk memburu koruptor yangbercokol dalam lembaga-lembaga tersebut.

KeberhasilanKPK dalam mengungkap berbagai kasus korupsi di Indonesia menimbulkan beberapapertanyaan. Apakah korupsi di Indonesia akan tuntas atau apa yang telahdilakukan oleh KPK merupakan suatu permulaan dari sebuah upaya  yang sudahcukup menelan biaya banyak dalam memberantas korupsi ?. Pernyataan berbagai lembagasurvey korupsi baik yang berkapasitas Internasional ataupun nasional tentangburuknya korupsi di Indonesia dan mencuatnya berbagai pemberitaan di media masakemudian dengan adanya tuntutan keseriusan pemberantasan korupsi didaerah-daerah yang dilakukan oleh masyarakat, hal itu semua mengindikasikanadanya suatu "fenomena gunung es" terhadap masalah korupsi diIndonesia.

Pengungkapankorupsi saat ini diasumsikan sebagai puncak gunung es di tengah laut yangtampak hanya ujungnya, akan tetapi yang tidak tampak sebenarnya sangatlahbesar. Artinya bahwa pekerjaan rumah KPK sangat banyak dan perjalanan dalammenuntaskan pemberantasan korupsi masih panjang. Kekhawatirannya adalah jikakoruptor di Indonesia memiliki semboyan  "gugur satu tumbuh seribu"yang dikarenakan lemahnya supremasi hukum. Sebuah ilustrasi sederhana berikutdapat memberikan gambaran mengapa koruptor tidak kapok dan hukuman dia dapatkantidak menimbulkan efek jera pada koruptor baik yang sudah tertangkap maupunbelum terungkap.

Apabilaseseorang pejabat di Departemen Kesehatan misalkan melakukan korupsi sebesarlima milyar rupiah (Rp. 5 M)  dalam pengadaan alat kesehatan dan kemudiandi depositokan, maka bunga deposito lebih dari cukup untuk pensiun jikatertangkap dan harus mendekam di hotel prodeo selama lima tahun yang ternyatahanya dilakoni tiga tahun, karena dipotong berbagai prestasi selama menjalanimasa hukuman seperti berkelakuan baik, remisi pada hari raya, remisi hari besarnasional, atau yang lebih ekstrim lagi adalah lancarnya upeti kepada sipirpenjara yang bergaji sangat kecil. Penghasilannya tidak bisa menutupi kebutuhansehari-hari karena anaknya yang sedang kuliah di fakultas hukum membutuhkanbiaya relatif besar. Dengan demikian hotel prodeo pun disulap menjadi hotel berbintang.

Ilustrasidi atas bukan sesuatu yang mustahil terjadi di Indonesia, dan lebih pantasdisebut sebagai lingkaran setan yang terjadi dalam system pemerintahanIndonesia. Dalam konsep New Public Management menurut Mahmudi (2005),yang menjadi masalah dalam penerapan di negara berkembang seperti Indonesiasalah satunya adalah lemahnya penegakan hukum. Alasan yang sama juga berpotensisebagai penyebab mewabahnya korupsi di Indonesia. Harapan publik saat ini hanyapada lembaga Independent seperti KPK dan LSM, karena publik telah kehilangankepercayaan kepada lembaga-lembaga kontrol pemerintah. Intervensi politik yangbesar termasuk politisasi penyediaan pelayanan publik, pemberian kontrak kepadakroni-kroni penguasa (Mahmudi, 2005) merupakan faktor utama lainnya selainlemahnya penegakan hukum.

Regulasipemerintah yang mengatur proses pengadaan barang dan jasa, diyakini belum dapatmenekan tingkat kebocoran karena korupsi. Masih banyak celah kosong yangmemberikan peluang untuk terjadinya kebocoran.dalam proses pelaksanaan tenderdi Pusat. Pada tingkat pusat, kemungkinan masih dapat untuk dilakukan kontrolterhadap celah-celah kosong tersebut terutama oleh pihak KPK. Sedangkan didaerah lembaga kontrol tidak berfungsi optimal bahkan boleh dikatakan mandul sepertiinspektorat, BPKP, dan dari pihak masyarakat seperti LSM di daerah yangkekurangan financial sehingga justru terjadi paradoksal dari fungsi LSM itusendiri. Permasalahan yang timbul justru karena proyek-proyek tersebutmerupakan jatah dari gubernur, bupati/walikota, anggota dewan yang terhormat,dan kroni-kroni mereka, sehingga antara mereka sudah TST (Tahun Sama Tahu). Disisi lain KPK jangkauannya terbatas sehingga hanya mengandalkan pengaduan yangsebenarnya kasus korupsi bukanlah delik aduan. Apakah adanya jaminan keamananmutlak bagi si pelapor ?. Apakah berdampak langsung terhadap kesejahteraan sipelapor ?. Apakah tindakan yang mengandung resiko tinggi sesuai dengan imbalanyang di dapat bagi pelapor ?.

Korupsidi Indonesia berjalan secara sistematis, maka upaya pencegahan danpemberantasannya adalah dengan memperbaiki sistem yang ada secara keseluruhan,atau memperbaiki komponen sistem secara gradual terutama dengan memotong matarantai pada lingkaran setan. Harapan publik saat ini hanya pada lembagaIndependent seperti KPK, LSM, serta Media Massa yang ada karena publik telahkehilangan kepercayaan kepada lembaga-lembaga kontrol pemerintah. Semoga KPKdapat meningkatkan prestasi, karena asumsi korupsi di Indonesia seperti"Fenomena gunung es" adalah realita saat ini yang tidak dapatdipungkiri.

DaftarPustaka :
Dunn,W.N. (2000) Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Gadjah Mada UniversityPress. Yogyakarta.
Hasibuan,M.S.P (2006) Manajemen Sumber Daya Manusia. Bumi Aksara. Jakarta.
Mahmudi(2005) Manajemen Kinerja Sektor Publik. Unit Penerbit dan PercetakanAkademi Manajemen Perusahaan YKPN. Yogyakarta.
Muhadjir,H.N. (2000) Kebijakan dan Perencanaan Sosial Pengembangan Sumber DayaManusia Telaah Cross Discipline. Rake Sarasin. Yogyakarta.

0 komentar:

Posting Komentar

 
... ...

Radar Korupsi Copyright © 2009 Not Magazine 4 Column is Designed by Ipietoon Sponsored by Dezigntuts