.

Selasa, 15 Februari 2011

Korupsi Di Indonesia: Masalah Dan Solusinya

















Dra. Erika Revida, Ms.





Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik


Universitas Sumatera Utara





I.
PENDAHULUAN





Akhir-akhir ini masalah korupsi sedang
hangt-hangatnya dibicarakan publik, terutama  dalam  media
 massa  baik  lokal
 maupun  nasional.  Banyak  para
 ahli mengemukakan pendapatnya tentang masalah
korupsi ini. Pada dasarnya, ada yang pro  adapula  yang  kontra.
 Akan  tetapi  walau
 bagaimanapun  korupsi  ini  merugikan
negara dan dapat meusak sendi-sendi kebersamaan bangsa.





Pada  hakekatnya,  korupsi  adalah  “benalu
 sosial”  yang  merusak
 struktur pemerintahan, dan menjadi penghambat
utama terhadap jalannya pemerintahan dan pembangunan pada umumnya.


Dalam prakteknya, korupsi sangat sukar
bahkan hampir tidak mungkin dapat diberantas,  oleh  karena
 sangat  sulit  memberikan
 pembuktian-pembuktian  yang eksak. Disamping itu sangat sulit mendeteksinya
dengan dasar-dasar hukum yang pasti.  Namun
 akses  perbuatan  korupsi 
 merupakan  bahaya  latent
 yang  harus diwaspadai baik oleh pemerintah maupun oleh
masyarakat itu sendiri.





Korupsi  adalah  produk
 dari  sikap  hidup
 satu 
kelompok  masyarakat  yang memakai 
 uang   sebagai   standard   kebenaran   dan   sebagai   kekuasaaan   mutlak.
Sebagai  akibatnya,  kaum  koruptor
 yang  kaya  raya
 dan  para  politisi
 korup  yang berkelebihan  uang  bisa
 masuk  ke  dalam
 golongan  elit  yang
 berkuasa  dan  sangat
dihormati.  Mereka  ini  juga
 akan  menduduki  status  sosial
 yang  tinggi  dimata
masyarakat.





Korupsi sudah berlangsung lama, sejak
zaman Mesir Kuno, Babilonia, Roma sampai abad pertengahan dan sampai sekarang. Korupsi
terjadi diberbagai negara, tak  terkecuali
 di  negara-negara maju sekalipun. Di  negara Amerika Serikat sendiri yang  sudah  begitu
 maju  masih  ada
 praktek-praktek  korupsi.  Sebaliknya,  pada masyarakat yang primitif dimana ikatan-ikatan
sosial masih sangat kuat dan kontrol sosial                yang      efektif, korupsi relatif    jarang   terjadi. Tetapi
dengan semakin berkembangnya  sektor  ekonomi
 dan  politik  serta  semakin
 majunya  usaha-usaha pembangunan   dengan   pembukaan-pembukaan   sumber
 alam  yang  baru,
 maka semakin   kuat   dorongan   individu   terutama   di   kalangan
 pegawai 
 negari   untuk
melakukan praktek korupsi dan usaha-usaha penggelapan.





Korupsi  dimulai  dengan  semakin
 mendesaknya  usaha-usaha  pembangunan yang  diinginkan,  sedangkan  proses  birokrasi
 relaif  lambat,  sehingga  setiap  orang
atau  badan  menginginkan  jalan  pintas
 yang  cepat  dengan
 memberikan  imbalan- imbalan  dengan  cara
 memberikan  uang  pelicin
 (uang  sogok).  Praktek  ini  akan
berlangsung  terus  menerus  sepanjang  tidak  adanya
 kontrol  dari  pemerintah
 dan masyarakat,  sehingga  timbul  golongan
 pegawai  yang  termasuk
 OKB-OKB  (orang kaya baru) yang memperkaya diri sendiri
(ambisi material).





Agar  tercapai  tujuan  pembangunan
 nasional,  maka  mau
 tidak  mau  korupsi
harus diberantas. Ada beberapa cara penanggulangan korupsi, dimulai yang sifatnya
preventif maupun yang represif.





II.
PERMASALAHAN


Permasalahan yang dikemukakan dalam tulisan
ini adalah sebagai berikut :


1.      
Apakah korupsi itu ?


2.      
Apa penyebab terjadinya korupsi ?


3.      
Apa akibat terjadinya korupsi ?


4.      
Bagaimana cara menanggulangi korupsi ?





III.
PEMBAHASAN


1.
Pengertian korupsi.


Banyak  para  ahli
 yang  mencoba  merumuskan  korupsi, yang  jka  dilihat
dari struktrur bahasa dan cara penyampaiannya yang berbeda, tetapi pada hakekatnya
mempunyai makna yang sama.





Kartono (1983) memberi  batasan korupsi  sebagi tingkah laku individu yang menggunakan wewenang   dan        jabatan                guna      mengeduk          keuntungan       pribadi, merugikan  kepentingan  umum  dan
 negara.  Jadi  korupsi
 merupakan  gejala  salah
pakai dan salah urus dari kekuasaan, demi keuntungan pribadi, salah urus terhadap
sumber-sumber  kekayaan  negara  dengan
 menggunakan  wewenang  dan  kekuatan-
kekuatan  formal  (misalnya  denagan  alasan  hukum
 dan  kekuatan  senjata)  untuk memperkaya diri sendiri.





Korupsi  terjadi  disebabkan  adanya  penyalahgunaan
 wewenang  dan  jabatan
yang dimiliki oleh pejabat            atau
pegawai  demi   kepentingan pribadi dengan mengatasnamakan pribadi atau keluarga, sanak
saudara dan teman.





Wertheim (dalam Lubis, 1970) menyatakan
bahwa seorang pejabat dikatakan melakukan tindakan korupsi bila ia menerima hadiah
dari seseorang yang bertujuan mempengaruhinya agar ia mengambil keputusan yang menguntungkan
kepentingan si  pemberi  hadiah.  Kadang-kadang  orang  yang
 menawarkan  hadiahdalam  bentuk balas jasa juga termasuk dalam korupsi.





Selanjutnya,  Wertheim  menambahkan  bahwa  balas
 jasa  dari  pihak
 ketiga yang   diterima   atau   diminta   oleh   seorang   pejabat   untuk   diteruskan   kepada
keluarganya   atau   partainya/ 
 kelompoknya   atau   orang-orang   yang   mempunyai
hubungan pribadi dengannya, juga dapat dianggap sebagai korupsi. Dalam keadaan
yang  demikian,  jelas  bahwa
 ciri 
yang  paling  menonjol 
di  dalam  korupsi 
adalah tingkah  laku  pejabat  yang  melanggar
 azas  pemisahan  antara  kepentingan
 pribadi dengan kepentingan masyarakat, pemisaham
keuangan pribadi dengan masyarakat.





2.
Sebab-sebab korupsi





Ada  beberapa  sebab  terjadinya
 praktek  korupsi.  Singh  (1974)
 menemukan dalam penelitiannya bahwa penyebab
terjadinya korupsi di India adalah kelemahan moral  (41,3%),  tekanan  ekonomi  (23,8%),  hambatan  struktur  administrasi  (17,2%), hambatan struktur sosial (7,08 %).





Sementara  itu  Merican
 (1971)  menyatakan  sebab-sebab  terjadinya  korupsi adalah sebagai berikut :


a.      
Peninggalan pemerintahan kolonial. b.  Kemiskinan dan ketidaksamaan.


b.     
Gaji yang rendah.


c.      
Persepsi yang populer.


d.     
Pengaturan yang bertele-tele.


e.     
Pengetahuan yang tidak cukup dari bidangnya.





Di  sisi  lain
 Ainan  (1982)  menyebutkan
 beberapa  sebab  terjadinya
 korupsi yaitu :


a.      
Perumusan perundang-undangan yang kurang sempurna.
b.  Administrasi yang lamban, mahal, dan tidak
luwes.


b.     
Tradisi  untuk
 menambah  penghasilan  yang  kurang
 dari  pejabat  pemerintah dengan upeti atau suap.


c.      
Dimana berbagai macam korupsi dianggap biasa, tidak
dianggap bertentangan dengan moral, sehingga orang berlomba untuk korupsi.


d.     
Di  India,
 misalnya  menyuap  jarang  dikutuk
 selama  menyuap  tidak  dapat
dihindarkan.


e.     
Menurut  kebudayaannya,
 orang  Nigeria  Tidak  dapat
 menolak  suapan  dan
korupsi, kecuali mengganggap telah berlebihan harta dan kekayaannya.


f.       
Manakala  orang
 tidak  menghargai  aturan-aturan  resmi  dan
 tujuan  organisasi


pemerintah, mengapa orang harus mempersoalkan korupsi.





Dari pendapat para ahli diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa sebab-sebab terjadinya korupsi adalah sebagai berikut :





  1. Gaji   yang   rendah,   kurang   sempurnanya   peraturan   perundang-undangan,
    administrasi yang lamban dan sebagainya.

  2. Warisan
    pemerintahan kolonial.

  3. sikap mental
    pegawai yang ingin cepat kaya dengan cara yang tidak halal, tidak ada kesadaran
    bernegara, tidak ada pengetahuan pada bidang pekerjaan yang dilakukan oleh
    pejabat pemerintah.






3.
Akibat-akibat korupsi.





Nye menyatakan bahwa akibat-akibat korupsi
adalah :





1.      
Pemborosan sumber-sumber, modal yang lari, gangguan
terhadap penanaman modal, terbuangnya keahlian, bantuan yang lenyap.





2.      
ketidakstabilan,  revolusi 
 sosial,  pengambilan 
 alih   kekuasaan
 oleh  militer, menimbulkan ketimpangan sosial budaya.





3.      
pengurangankemampuan   aparatur pemerintah, pengurangan kapasitas administrasi, hilangnya
kewibawaan administrasi.








Selanjutnya  Mc  Mullan  (1961)
 menyatakan  bahwa  akibat
 korupsi  adalah ketidak               efisienan,
ketidakadilan,        rakyat   tidak      mempercayai    pemerintah, memboroskan sumber-sumber negara,
tidak mendorong perusahaan untuk berusaha terutama    perusahaan asing, ketidakstabilan            politik,  pembatasan       dalam
kebijaksanaan pemerintah dan tidak represif.





Berdasarkan  pendapat  para  ahli
 di  atas,  maka
 dapat  disimpulkan  akibat-


akibat korupsi diatas adalah sebagai berikut :





1.      
Tata               ekonomi              seperti  larinya   modal   keluar   negeri,   gangguan   terhadap
perusahaan, gangguan penanaman modal.





2.      
Tata sosial budaya seperti revolusi sosial, ketimpangan
sosial.





3.      
Tata politik seperti pengambil alihan kekuasaan,
hilangnya bantuan luar negeri, hilangnya kewibawaan pemerintah, ketidakstabilan
politik.





4.      
Tata  administrasi
 seperti  tidak  efisien,
 kurangnya  kemampuan  administrasi, hilangnya keahlian, hilangnya        sumber-sumber               negara, keterbatasan kebijaksanaan pemerintah, pengambilan tindakan-tindakan
represif.





Secara  umum  akibat  korupsi
 adalah  merugikan  negara  dan
 merusak  sendi- sendi  kebersamaan  serta  memperlambat
 tercapainya  tujuan  nasional
 seperti  yang


tercantum dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945.





4. Upaya penanggulangan korupsi.


Korupsi  tidak dapat dibiarkan
berjalan begitu saja kalau suatu negara ingin mencapai  tujuannya,  karena  kalau
 dibiarkan  secara  terus
 menerus,  maka  akan
terbiasa dan menjadi subur dan akan menimbulkan sikap mental pejabat yang selalu
mencari  jalan pintas yang mudah dan menghalalkan
segala cara (the end justifies the means). Untuk itu, korupsi perlu ditanggulangi
secara tuntas dan bertanggung jawab.





Ada  beberapa  upaya  penggulangan
 korupsi  yang ditawarkan para ahli  yang masing-masing memandang dari berbagai segi
dan pandangan. Caiden             (dalam  Soerjono, 1980) memberikan langkah-langkah untuk
menanggulangi korupsi sebagai berikut :





a.      
Membenarkan transaksi yang dahulunya dilarang dengan
menentukan sejumlah pembayaran tertentu.


b.     
Membuat struktur baru yang mendasarkan bagaimana
keputusan dibuat.


c.      
Melakukan perubahan
organisasi yang akan               mempermudah
masalahpengawasandan  pencegahan  kekuasaan  yang  terpusat,
 rotasi  penugasan, wewenang  yang  saling
 tindih  organisasi  yang  sama,
 birokrasi  yang  saling
bersaing, dan  penunjukan  instansi  pengawas adalah saran-saran yang secara jelas diketemukan
untuk mengurangi kesempatan korupsi.


d.     
Bagaimana  dorongan
untuk               korupsi dapat    dikurangi?
Dengan jalan meningkatkan ancaman.


e.     
Korupsi adalah persoalan nilai. Nampaknya tidak mungkin
keseluruhan korupsi dibatasi,  tetapi  memang  harus
 ditekan  seminimum  mungkin,  agar  beban
korupsi  organisasional  maupun  korupsi
 sestimik  tidak  terlalu
 besar  sekiranya ada  sesuatu  pembaharuan  struktural,  barangkali  mungkin  untuk  mengurangi
kesempatan dan dorongan untuk korupsi dengan adanya perubahan organisasi. Cara  yang  diperkenalkan
 oleh  Caiden  di
 atas  membenarkan  (legalized) tindakan  yang  semula
 dikategorikan  kedalam  korupsi  menjadi  tindakan  yang  legal
dengan  adanya  pungutan  resmi.  Di
 lain  pihak,  celah-celah
 yang  membuka  untuk kesempatan korupsi harus segera ditutup,
begitu halnya dengan struktur organisasi haruslah membantu kearah pencegahan korupsi,
misalnya tanggung jawab pimpinan dalam pelaksanaan pengawasan melekat, dengan tidak
lupa meningkatkan ancaman hukuman kepada pelaku-pelakunya.





Selanjutnya,
 Myrdal  (dalam  Lubis,
 1987)  memberi  saran  penaggulangan
korupsi yaitu agar  pengaturan     dan        prosedur             untuk    keputusan-keputusan administratif        yang
menyangkut            orang      perorangan     dan perusahaan lebih disederhanakan   dan dipertegas, pengadakan pengawasan yang lebih     keras, kebijaksanaan  pribadi  dalam  menjalankan
 kekuasaan  hendaknya  dikurangi  sejauh mungkin,   gaji   pegawai
  yang   rendah   harus   dinaikkan   dan   kedudukan   sosial
ekonominya  diperbaiki,  lebih  terjamin,
 satuan-satuan  pengamanan  termasuk  polisi harus diperkuat, hukum pidana dan hukum
atas pejabat-pejabat yang korupsi dapat lebih  cepat  diambil.
 Orang-orang  yang  menyogok
 pejabat-pejabat  harus  ditindak
pula.





Persoalan  korupsi  beraneka  ragam  cara
 melihatnya,  oleh  karena
 itu  cara pengkajiannya  pun  bermacam-macam
 pula.  Korupsi  tidak  cukup
 ditinjau  dari  segi
deduktif  saja,  melainkan  perlu  ditinaju
 dari  segi  induktifnya
 yaitu  mulai  melihat
masalah praktisnya (practical problems), juga harus dilihat apa yang menyebabkan
timbulnya korupsi.


Kartono (1983) menyarankan penanggulangan korupsi sebagai berikut
:





1.      
Adanya kesadaran rakyat untuk ikut memikul tanggung
jawab guna melakukan partisipasi politik dan kontrol sosial, dengan bersifat acuh
tak acuh.


2.      
Menanamkan aspirasi nasional yang positif, yaitu
mengutamakan kepentingan nasional.


3.      
para pemimpin dan pejabat memberikan teladan, memberantas
dan menindak korupsi.


4.      
Adanya sanksi dan kekuatan untuk menindak, memberantas
dan menghukum tindak korupsi.


5.      
Reorganisasi               dan        rasionalisasi        dari        organisasi            pemerintah,       melalui penyederhanaan jumlah departemen, beserta jawatan dibawahnya.


6.      
Adanya  sistem
 penerimaan  pegawai  yang  berdasarkan
 “achievement”  dan bukan berdasarkan sistem “ascription”.


7.      
Adanya         kebutuhan          pegawai               negeri   yang      non-politik          demikelancaran administrasi pemerintah.


8.      
Menciptakan aparatur pemerintah yang jujur


9.      
Sistem budget dikelola oleh pejabat-pejabat yang
mempunyai tanggung jawab etis tinggi, dibarengi sistem kontrol yang efisien.


10.  
Herregistrasi (pencatatan ulang) terhadap kekayaan
perorangan yang mencolok dengan pengenaan pajak yang tinggi. Marmosudjono  (Kompas,  1989)  mengatakan
 bahwa  dalam  menanggulangi
korupsi,  perlu  sanksi  malu
 bagi  koruptor  yaitu  dengan
 menayangkan  wajah  para
koruptor  di  televisi  karena  menurutnya
 masuk  penjara  tidak  dianggap
 sebagai  hal yang memalukan lagi.





Berdasarkan pendapat para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
upaya penanggulangan korupsi  adalah sebagai
berikut :





a.       Preventif.





1.      
Membangun  dan  menyebarkan
 etos  pejabat  dan  pegawai
 baik  di  instansi
pemerintah  maupun  swasta  tentang
 pemisahan  yang  jelas
 dan  tajam  antara
milik pribadi dan milik perusahaan atau milik negara.


2.      
mengusahakan perbaikan penghasilan (gaji) bagi pejabat
dan pegawai negeri sesuai  dengan  kemajuan  ekonomi  dan  kemajuan
 swasta,  agar  pejabat
 dan pegawai saling menegakan wibawa dan integritas
jabatannya dan tidak terbawa oleh godaan dan kesempatan yang diberikan oleh wewenangnya.


3.      
Menumbuhkan  kebanggaan-kebanggaan  dan  atribut
 kehormatan  diri  setiap
jabatan  dan  pekerjaan.  Kebijakan  pejabat  dan  pegawai
 bukanlah  bahwa mereka  kaya  dan
 melimpah,  akan  tetapi
 mereka  terhormat  karena  jasa
pelayanannya kepada masyarakat dan negara.


4.      
4Bahwa        teladan dan        pelaku  pimpinan dana tasan lebih efektif            dalam memasyarakatkan pandangan, penilaian
dan kebijakan.


5.      
menumbuhkan 
 pemahaman   dan   kebudayaan   politik   yang   terbuka   untuk


6.      
kontrol, koreksi dan peringatan, sebab wewenang dan
kekuasaan itu cenderung disalahgunakan. hal  yang  tidak
 kalah  pentingnya  adalah  bagaimana
 menumbuhkan  “sense  of
belongingness”  dikalangan  pejabat  dan  pegawai,
 sehingga  mereka  merasa
peruasahaan tersebut adalah milik sendiri dan tidak perlu korupsi, dan selalu berusaha
berbuat yang terbaik.





b.  Represif.


1.  Perlu penayangan wajah
koruptor di televisi.


2.  Herregistrasi (pencatatan
ulang) terhadap kekayaan pejabat.





IV.
KESIMPULAN





1.      
Korupsi adalah penyalahgunaan wewenang yang ada pada
pejabat atau pegawai demi keuntungan pribadi, keluarga dan teman atau kelompoknya.





2.      
Korupsi  menghambat
 pembangunan,  karena  merugikan
 negara  dan  merusak
sendi-sendi kebersamaan dan menghianati cita-cita perjuangan bangsa.





3.      
Cara penaggulangan korupsi adalah bersifat Preventif
dan Represif. Pencegahan (preventif) yang perlu dilakukan adalah dengan menumbuhkan
dan membangun etos kerja pejabat  maupun pegawai
tentang pemisahan yang jelas antara milik negara  atau perusahaan dengan milik  pribadi,                 mengusahakan perbaikan penghasilan  (gaji), menumbuhkan kebanggaan-kebanggaan dan            atribut kehormatan diri setiap jabatan
dan pekerjaan, teladan dan pelaku pimpinan atau atasan              lebih  efektif      dalam memasyarakatkan pandangan,   penilaian              dan
kebijakan,  terbuka  untuk  kontrol,
 adanya  kontrol  sosial  dan
 sanksi  sosial, menumbuhkan rasa “sense of belongingness”
diantara para pejabat dan pegawai. Sedangkan  tindakan  yang  bersifat
 Represif  adalah  menegakan
 hukum  yang berlaku 
pada  koruptor  dan  penayangan
 wajah  koruptor  di  layar
 televisi 
dan herregistrasi (pencatatan ulang) kekayaan pejabat dan pegawai.








DAFTAR
PUSTAKA





Bellone,  Carl.1980.Organization  Theory  and
 The  New  Public
 Administration.  United


States Of America.Allyn and Bacon, Inc.
Boston/ London Sydney/ Toronto.





Frederickson,  George,  H.  1984.
 Administrasi  Negara  Baru.
 Terjemahan.  Jakarta. LP3ES. Cetakan Pertama.


Kartono, Kartini. 1983. Pathologi Sosial.
Jakarta. Edisi Baru. CV. Rajawali Press. Lamintang,  PAF  dan
 Samosir,  Djisman.  1985.  Hukum
 Pidana  Indonesia.  Bandung.


Penerbit Sinar Baru.





Lubis, Mochtar. 1977. Bunga Rampai Etika
Pegawai Negeri. Jakarta. Bhratara. Karya


Aksara.





Saleh, Wantjik. 1978. Tindak  Pidana  Korupsi
 Di  Indonesia. Jakarta. Penerbit Ghalia


Indonesia.





Simon,  Herbert.  1982. Administrative  Behavior.  Terjemahan  St.  Dianjung.
 Jakarta. PT. Bina Aksara.





Kompas. Surat Kabar Harian. Jakarta. Bulan
Oktober sampai Desember 1989.





Suara Pembaharuan. Surat  Kabar  Harian.
Jakarta. Bulan Oktober sampai Desember


1989.





© 2003 Digitized by USU digital library    6


0 komentar:

Posting Komentar

 
... ...

Radar Korupsi Copyright © 2009 Not Magazine 4 Column is Designed by Ipietoon Sponsored by Dezigntuts