.

Senin, 25 April 2011

Saksi Tak Rela Rumah Disita KPK

JAKARTA -- Status dua rumah yang disita Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam perkara dugaan korupsi APBD Langkat, terungkap di persidangan pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor), Senin (25/4). Saksi IGM Kartikajaya mengklaim, rumah di Raffles Hills Blok N 9 Nomor 34, Cimanggis, Depok, Jabar, senilai Rp318  yang disita KPK 1 Oktober 2010, adalah miliknya.

Dia cerita, pada 2001 dikenalkan ke Syamsul Arifin oleh Rizal Malik. Dalam perkenalan itu berlanjut pembicaraan bisnis batubara yang dijalankan Rizal. Kartikajaya tertarik, lantas setor modal Rp300 juta dalam dua sesi pembayaran. Dua bulan setelah itu, Rizal meninggal. "Saya lapor ke terdakwa (Syamsul), bagaimana uang saya dikembalikan, saya mau beli rumah," ujar Kartikajaya.


Syamsul, yang teman Rizal Malik, menjanjikan mau mencicil. Saat mau membayar, Kartikajaya mengirimkan nomor rekening pengembang rumah, lantaran kebetulan mau beli rumah. Lantas, uang ditransfer ke pengembang. "Jadi sejak awal rumah itu atas nama saya, dibeli dengan uang saya dan milik saya," cetusnya.


Sebelumnya, berdasarkan keterangan pihak KPK, rumah tersebut disita lantaran sebagian uang pembelian berasal dari uang APBD Langkat.


Sedang rumah di  Jl. Siaga Raya No. 110 RT 012/RW 004 Pejaten Barat, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, yang disita KPK 10 Januari 2011, diklaim sebagai miliknya menantu Ratu Dangdut Elvie Sukaesih, Syekh Bin Muhammad Al Hamid. Suami Fitria Elvie Sukaesih itu kemarin juga hadir sebagai saksi. Dia tak rela rumah yang sempat ditinggali putri Syamsul, Beby Arbiana itu disita KPK. Dia mengaku rumah itu terkait dengan utang Syamsul.


Usai sidang, dia menjelaskan, rumah disita karena KPK menganggap ada uang APBD Langkat untuk memberi rumah itu. "KPK melihat pengalihan kas daerah menjadi rumah," kata Syekh Bin Muhammad.


Padahal, katanya,  rumah itu merupakan pembayaran utang Syamsul terhadap dirinya. Syamsul berutang padanya Rp 10 miliar pada 2009, yang akhirnya dibayar dengan rumah itu. Syamsul, katanya, meminjam duit untuk mengembalikan uang ke kas Pemkab Langkat. Dia mengaku tak tahu asal muasal uang pembayaran utang itu.


Permainan Syamsul soal uang juga terungkap dari kesaksian Mahsin, bos CV Ansor Bintang Sembilan. Dia mengaku mendapat orderan pengadaan 43 mobil Panther untuk para anggota DPRD Langkat.  Selang beberapa saat setelah Panther diterima anggota dewan, atas permintaan Syamsul, dia mengajukan pinjaman ke Bank Syariah Mandiri, tahap pertama Rp500 juta, kedua Rp2,5 miliar, dengan agunan BPKB 43 Panther tersebut.


"Uang untuk kepentingan pribadi terdakwa (Syamsul, red) dan cicilan dibayar dengan uang APBD," ujar ketua jaksa penuntut umum (JPU), Chaterina Girsang.


Mahsin mengakui hal itu. "Pinjaman atas nama perusahaan saya, perintah Syamsul," cetus Mahsin. Dia mengaku tidak pernah membayar cicilan kredit dan tidak tahu siapa yang membayarnya. Saat setoran pernah macet, Mahsin pernah dikejar-kejar petugas Bank Syariah Mandiri. Tapi, pengejaran berhenti karena dia diberitahu pihak bank bahwa setoran sudah dibayar Danny Setiawan, yang saat itu ajudan Syamsul.


Kemarin, ada 13 saksi yang dimintai keterangan, selain Syekh Bin Muhammad, Mahsin, Kartikajaya, dan Anastasia, ada Wempy Kunto Wiambodo (swasta), Arto Ardianto (swasta), Rizal Sinaga, Burhanuddin Salman, Abdul Rifai Nasution, Effendi Matondang, Amir Syafruddin, dan Taufik.
(sam/jpnn)

0 komentar:

Posting Komentar

 
... ...

Radar Korupsi Copyright © 2009 Not Magazine 4 Column is Designed by Ipietoon Sponsored by Dezigntuts