.

Sabtu, 23 April 2011

Faktor Kasus Korupsi Pejabat Dan Gerakan Kultur Anti Korupsi


Pernyataan persPP Muhammadiyah dan PB NU tentang gerakan kultural antikorupsi dan politisibusuk, Kamis (15/1), di Jakarta, adalah langkah nyata guna mengakhiri masatransisi. Budaya korupsi yang dipraktikkan para pemimpin negara merupakan akarpersoalan krisis, baik krisis idiologi, norma-norma dan krisis pemahaman akankebagsaan serta krisis beragam lainnya.

 INDEKS Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia 2005sedikit membaik. Dari 159 negara yang disurvei, Indonesia berada pada urutankeenam terkorup di dunia dengan skor 2,2, naik dari urutan kelima pada tahun2004 dengan skor 2,0. Sedang pada tahun 2003 skornya 1,9. Indonesia masih jauhlebih baik dari Bangladesh (1,7) dan Myanmar (1,8), dua negara yang menempatiurutan pertama dan kedua terkorup di dunia. Singapura (9,4) adalah negaraterbersih di Asia Tenggara, diikuti Malaysia (5,1), Thailand (3,8), Vietnam(3,3), Laos (2,6), Filipina (2,5), dan Kamboja (2,3)

Rencana AksiNasional Pemberantasan Korupsi 2004-2009, dalam setahun ini hanya dijalankansecara minimal dari segi penegakan hukum. Sementara, program pencegahan korupsidalam bentuk reformasi kebijakan, sistem, dan birokrasi yang rentan terhadappenyimpangan, hampir tidak dilakukan.

Memberantaskorupsi
Sebenarnya agamatidak berdiri di ruang hampa. Ia merespons "realitas kemanusiaan".Karena itu, makna agama terkait erat masalah manusia. Amat ironis jika agamamenjauhi "realitas" yang melahirkannya. Agama dilahirkan untuk menggugatketidakadilan dan penindasan. Sebagaimana gugatan Nabi Ibrahim AS terhadapdespotisme Namrud. Beliau menghancurkan mitos "penguasa manusia" padadiri Namrud dengan menghancurkan berhala-berhala.

Contoh lainadalah agama yang dibawa Nabi Musa AS. Beliau berjuang membebaskan bangsaYahudi dari penindasan Firaun. Gugatan agama Musa mengambil bentuk penghancurankeangkuhan Firaun yang telah melampaui batas (despotik) dan mengklaim sebagaiTuhan. Maka raison d’ĂȘtre agama adalah sebagai gugatan atas penindasan danketidakadilan seraya membangunkan kesadaran masyarakat tertindas guna melakukanresistensi dan memperjuangkan keadilan.

Atas dasar itu,agama berfungsi melakukan transformasi terhadap tatanan dan budaya yangmenindas. Tidak sekadar mengimbau secara moral, tetapi merumuskannya dalambentuk aksi. Berdalih agama hanya gerakan moral merupakan pelarian dariketidakberdayaan menumbuhkan gerakan perlawanan (fight against). Dengan begitu,sikap baik dan buruk yang terkait masyarakat luas tidak senantiasa dikembalikankepada tiap individu. Fungsi sosial agama lebih kuat aromanya, terlebih jikamenyaksikan perjuangan Nabi Muhammad, beliau sampai "bersimbah darah"untuk menegakkan kesetaraan manusia.

"Kesalehanindividual" yang selama ini mulai tampak, sejatinya diteruskan dengan"kesalehan sosial" dan itu tidak bisa dengan hanya mengharapkan daritiap individu. Para pemimpin umat Islam harus mulai merumuskan konsepkeberagamaan yang berorientasi pada kesalehan sosial sehingga paradigma umatakan tercerahkan. Untuk itu paling tidak ada empat hal yang harus dilakukan.

Pertama,membongkar sikap keberagamaan teosentris, sebab hal ini tidak menyadarkan umatakan adanya keterkaitan agama dan persoalan kemanusiaan. Teosentrisme hanyabermain pada irasionalitas dan memandulkan keinginan untuk meneliti lebih jauhsubstansi keberagamaan.

Kedua,merumuskan sebuah konsep teologi yang menekankan sikap antikorupsi danmenjadikannya sebagai musuh utama umat Islam. Kita harus menggeser wacanapertarungan lama, muslim-non muslim (Yahudi-Nasrani). Kondisinya sudah jauhberubah, jika dulu Yahudi dan Nasrani sering tampil dengan kekuatan politik danbermusuhan dengan Islam, kini semua menjadi cair. Bahkan, boleh jadi saat inimereka menjadi teman dalam melawan korupsi.

Ketiga, menegaskanbahwa memberantas praktik korupsi lebih tinggi derajatnya daripada pelaksanaanritual. Keempat, mendorong ormas-ormas Islam membentuk lembaga pengawas korupsisemacam ICW (Indonesian Corruption Watch). Selama ini, agenda ke arah sanatidak tersentuh sehingga wajar jika ada penilaian bahwa perhatian umat Islamterhadap hal ini masih amat kecil. Walhasil, merumuskan kembali agendakemanusiaan agama yang sesuai konteks kekinian adalah suatu keniscayaan jikakita memahami dan menghayati substansi agama.

Mengambing-hitamkanagama dalam maraknya budaya korupsi di Indonesia bukan sebuah sikap bijaksanaDengan kata lain, perjuangan kultural dirasa lebih ampuh. Dan  menempatkan agama sebagai instrumen utamanya.

blog.uad.ac.id/

0 komentar:

Posting Komentar

 
... ...

Radar Korupsi Copyright © 2009 Not Magazine 4 Column is Designed by Ipietoon Sponsored by Dezigntuts