BIROKRASI masih tetap menjadi lahan subur bagi terjadinya korupsi. Sebagai lembaga yang berfungsi memberikan pelayanan, birokrasi masih terus meminta atau memperoleh imbalan dari publik yang dilayani.
Fakta itulah yang dibeberkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lewat hasil survei terbarunya tentang integritas sektor publik pada 2008 yang dirilis Rabu (5/2).
Survei itu dilakukan terhadap 105 unit layanan yang berada di 40 departemen/instansi tingkat pusat dan 52 kota/kabupaten dengan total responden 9.390 orang.
Berdasarkan hasil survei itu, Mahkamah Agung termasuk di antara tujuh lembaga yang unit layanannya memiliki nilai integritas di bawah rata-rata.
Hasil survei menunjukkan yang paling berpotensi menerima suap adalah yang terkait dengan penanganan perkara narkoba, tilang, dan pidana. Skor pelayanan publik untuk instansi itu 2,5 alias buruk. Dalam survei KPK itu, rentang penilaian dari 1 sampai 10, dengan angka 1 paling buruk dan 10 terbaik.
Layanan publik yang juga mendapat skor rendah antara lain Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara dan Cukai/Bea Masuk di bawah Departemen Keuangan, lembaga pemasyarakatan di bawah Departemen Hukum, pembuatan sertifikat tanah/penggabungan sertifikat dan hak tanggungan di bawah Badan Pertanahan Nasional, izin operasional taman kanak-kanak atau TK di bawah Departemen Pendidikan Nasional, serta pengurusan surat izin mengemudi atau SIM di bawah Polri.
Adapun unit pelayanan yang tingkat integritasnya tinggi adalah Perum Pegadaian, PT Pos Indonesia, PT Taspen, Departemen Kesehatan, Departemen Koperasi dan UKM, PT Pelni, Pertamina, dan Departemen Luar Negeri.
Hasil survei terbaru KPK itu sebenarnya tidak jauh berbeda dengan hasil survei pada tahun-tahun sebelumnya. Sebagai contoh, pelayanan publik di lingkungan Mahkamah Agung masih tetap termasuk 10 besar yang terburuk.
Fakta itu menunjukkan reformasi birokrasi di jajaran Mahkamah Agung berjalan sangat lamban. Pimpinan lembaga itu masih memiliki tanggung jawab yang rendah terhadap reformasi birokrasi. Contohnya Mahkamah Agung lama bersikeras menolak Badan Pemeriksa Keuangan memeriksa pungutan biaya perkara.
Sejatinya, hasil survei KPK harus dijadikan pegangan bagi birokrasi yang tingkat pelayanan publiknya tergolong buruk untuk melakukan pembenahan. Apalagi, survei itu dilakukan lembaga negara yang memang bertugas untuk memberantas dan mencegah korupsi.
Seluruh lembaga birokrasi berkewajiban melakukan langkah-langkah pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya korupsi. Termasuk, misalnya keharusan membuat laporan tentang tahap-tahap reformasi yang sedang dan akan dilakukan.
Sebaliknya, KPK pun harus tanpa henti menagih hasil-hasil reformasi. Yang celaka ialah bila reformasi birokrasi telah dilakukan, gaji pegawai sudah dinaikkan, tapi korupsi masih juga terjadi.
Fakta itulah yang dibeberkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lewat hasil survei terbarunya tentang integritas sektor publik pada 2008 yang dirilis Rabu (5/2).
Survei itu dilakukan terhadap 105 unit layanan yang berada di 40 departemen/instansi tingkat pusat dan 52 kota/kabupaten dengan total responden 9.390 orang.
Berdasarkan hasil survei itu, Mahkamah Agung termasuk di antara tujuh lembaga yang unit layanannya memiliki nilai integritas di bawah rata-rata.
Hasil survei menunjukkan yang paling berpotensi menerima suap adalah yang terkait dengan penanganan perkara narkoba, tilang, dan pidana. Skor pelayanan publik untuk instansi itu 2,5 alias buruk. Dalam survei KPK itu, rentang penilaian dari 1 sampai 10, dengan angka 1 paling buruk dan 10 terbaik.
Layanan publik yang juga mendapat skor rendah antara lain Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara dan Cukai/Bea Masuk di bawah Departemen Keuangan, lembaga pemasyarakatan di bawah Departemen Hukum, pembuatan sertifikat tanah/penggabungan sertifikat dan hak tanggungan di bawah Badan Pertanahan Nasional, izin operasional taman kanak-kanak atau TK di bawah Departemen Pendidikan Nasional, serta pengurusan surat izin mengemudi atau SIM di bawah Polri.
Adapun unit pelayanan yang tingkat integritasnya tinggi adalah Perum Pegadaian, PT Pos Indonesia, PT Taspen, Departemen Kesehatan, Departemen Koperasi dan UKM, PT Pelni, Pertamina, dan Departemen Luar Negeri.
Hasil survei terbaru KPK itu sebenarnya tidak jauh berbeda dengan hasil survei pada tahun-tahun sebelumnya. Sebagai contoh, pelayanan publik di lingkungan Mahkamah Agung masih tetap termasuk 10 besar yang terburuk.
Fakta itu menunjukkan reformasi birokrasi di jajaran Mahkamah Agung berjalan sangat lamban. Pimpinan lembaga itu masih memiliki tanggung jawab yang rendah terhadap reformasi birokrasi. Contohnya Mahkamah Agung lama bersikeras menolak Badan Pemeriksa Keuangan memeriksa pungutan biaya perkara.
Sejatinya, hasil survei KPK harus dijadikan pegangan bagi birokrasi yang tingkat pelayanan publiknya tergolong buruk untuk melakukan pembenahan. Apalagi, survei itu dilakukan lembaga negara yang memang bertugas untuk memberantas dan mencegah korupsi.
Seluruh lembaga birokrasi berkewajiban melakukan langkah-langkah pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya korupsi. Termasuk, misalnya keharusan membuat laporan tentang tahap-tahap reformasi yang sedang dan akan dilakukan.
Sebaliknya, KPK pun harus tanpa henti menagih hasil-hasil reformasi. Yang celaka ialah bila reformasi birokrasi telah dilakukan, gaji pegawai sudah dinaikkan, tapi korupsi masih juga terjadi.
Dalam konteks itu, hasil survei KPK itu mestinya merupakan teguran sangat keras bagi Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara dan Cukai/Bea Masuk karena dinilai buruk padahal telah melakukan reformasi birokrasi.
Sumber: Media Indonesia Online
http://www.mediaindonesia.com/index.php?ar_id=NTk0Nzc=
0 komentar:
Posting Komentar